Sabtu, 29 Juni 2013

Aktivitas Kegiatan Majelis Rosulullah SAW kab. Sidoarjo
























Darokah Yaa Ahlal Madinah, Yaa Tarim Wa Ahlaha

Darokah Yaa Ahlal Madinah, Yaa Tarim Wa Ahlaha

Pernah melihat logo ism seperti di samping ini?
Logo ism yang sering dijumpai di berbagai majelis-majelis ta'lim/maulid. Ada yang menggunakan logo ini di spanduk, umbul-umbul, bendera, jaket, dll. atau dalam bentuk stiker. Saya di jalan juga sering melihat mobil-mobil di kaca belakangnya di tempel stiker logo ini. Banyak yang bertanya-tanya, logo apa itu...?

Huruf 'ha' ditengah dengan ukuran yang cukup besar, kemudian di atasnya bertuliskan "Darakah Ya Ahlal Madinah", di bawahnya bertuliskan "Ya Tarim Wa Ahlaha", di samping kanannya bertuliskan lafzhul jalalah yang berbunyi "Ya Fattah" dan di samping kirinya "Ya Rozzaaq". Di atas huruf 'ha' bertuliskan angka 1030 dan di tengah huruf 'ha' bertuliskan angka 110.

Mengenai ism seperti itu dan yang semacamnya maka hal itu merupakan tabarrukan dan tawassul kepada hal yang mulia. Sedangkan ism di atas sendiri adalah tabarruk dan tawassul kepada al Imam al Habib Abdullah bin al Haddad, seorang wali yang sangat masyhur, cucu Rasulullah SAW dari Sayyidina Husain bin Al Imam Amirul Mu'minin Ali bin Abu Thalib, suami Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW. Beliau adalah penyusun Ratib al Haddad, Wirdullatif yang banyak diamalkan oleh muslimin di berbagai penjuru dunia, juga Kitab Risalatul Muawanah, Nashoihud Diniyah, dll.

Dijelaskan oleh Habib Munzir al Musawa:
"Darkah ya ahlal madinah" maksudnya adalah bertawassul pada shohibul Madinah yaitu Rasul saw.

"Yaa Tarim wa ahlaha" adalah tawassul kepada para shalihin dan lebih dari 10 ribu wali yang dimakamkan di pemakaman Zanbal, Fureidh, dan Bakdar, yang pada pekuburan zanbal itu juga terdapat Ashabul Badr utusan Sayyidina Abubakar Asshiddiq r.a.yang wafat di sana.

"110" melambangkan marga Ibn Syeikh Abubakar bin salim (dzuriyyah Rasulullah saw).

"1030" melambangkan marga Al Habsyi
(dzuriyyah Rasulullah saw).
 
Sesuai faham ahlussunnah wal jam'ah, azimat (Ruqyyat) dengan huruf arab merupakan hal yang diperbolehkan, selama itu tidak menduakan Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan bahwa azimat dengan tulisan ayat atau doa disebutkan pada Kitab Faidhulqadir Juz 3 hal 192, dan Tafsir Imam Qurtubi Juz 10 hal.316/317, dan masih banyak lagi penjelasan para Muhadditsin mengenai diperbolehkannya hal tersebut, karena itu semata-mata adalah bertabarruk (mengambil berkah) dari ayat-ayat Alqur'an dan kalimat-kalimat mulia lainnya.

Namun tentunya manfaat dan kemuliaannya bukan pada tulisan dan stiker itu, tapi tergantung pada penggunannya, dan bila anda ingin menggunakannya maka boleh ditempel di pintu atau lainnya sebagai tabarrukan dengan nama Imam Al Haddad rahimahullah
.

Mengenai tawassul, Allah swt sudah memerintah kita melakukan tawassul, tawassul adalah mengambil perantara makhluk untuk doa kita pd Allah swt. Allah swt mengenalkan kita pada Iman dan Islam dengan perantara makhluk Nya, yaitu Nabi Muhammad saw sebagai perantara pertama kita kepada Allah swt, lalu perantara kedua adalah para sahabat, lalu perantara ketiga adalah para tabi’in, demikian berpuluh-puluh perantara sampai pada guru kita, yang mengajarkan kita islam, shalat, puasa, zakat dll, barangkali perantara kita adalah ayah ibu kita, namun diatas mereka ada perantara, demikian bersambung hingga Nabi saw, sampailah kepada Allah swt.

Allah swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah/patuhlah kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt, agar kamu mendapatkan keberuntungan” (QS.Al-Maidah-35).

Biografi Habib Munzir al Musawa

 
"Apabila Engkau sedikit berdzikir (mengingat Allah SWT di dunia) niscaya sedikit pula kesempatanmu memandang-Nya dan kedekatanmu pada-Nya di akhirat." (Al Habib Umar bin Hafidz)

Biografi Habib Munzir al Musawa

- - - Bukan berarti harus duduk berdzikir sehari penuh tanpa bekerja dll. tapi justru mewarnai semua gerak-gerik kita dengan kehidupan yang Nabawiy. - - -


Dari Forum Tanya Jawab www.majelisrasulullah.org

From: Mursa bin Muhammad
Assalamu’alikum wr. wb.
Habib mungkin Habib pernah mendengar pepatah: Tak kenal Maka tak Sayang.
Maka di kesempatan & forum ini Ana Cuma mau minta Izin kepada Habib untuk mengirimkan tentang Biografi Habib Munzir.
Atas balasannya saya ucapkan terima kasih.


Re: Habib Munzir al Musawa
Alaikum Salam wr wb.
….
Nama saya Munzir bin Fuad bin Abdurrahman Almusawa. Saya dilahirkan di Cipanas, Cianjur, Jawa barat pada hari Jum'at 23 Februari 1973, bertepatan 19 Muharram 1393 H.
Setelah saya menyelesaikan sekolah menengah atas, saya mulai mendalami Ilmu Syariah Islam di Ma'had Assaqafah Al Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta Selatan. Lalu mengambil kursus Bahasa Arab di LPBA Assalafy Jakarta timur. Lalu memperdalam lagi Ilmu Syari’ah Islamiyah di Ma’had Al Khairat, Bekasi Timur. Kemudian saya meneruskan untuk lebih mendalami Syari’ah ke Ma’had Darul Musthafa, Tarim, Hadhramaut, Yaman, selama empat tahun. Di sana saya mendalami Ilmu Fiqh, Ilmu tafsir Al Qur’an, Ilmu hadits, Ilmu sejarah, Ilmu tauhid, Ilmu tasawuf, mahabbaturrasul saw, Ilmu dakwah, dan ilmu-ilmu syariah lainnya.
Saya kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah dengan mengunjungi rumah-rumah, duduk dan bercengkerama dengan mereka, memberi mereka jalan keluar dalam segala permasalahan. Lalu atas permintaan mereka, maka mulailah saya membuka majlis. Jumlah hadirin sekitar enam orang. Saya terus berdakwah dengan meyebarkan kelembutan Allah swt yang membuat hati pendengar sejuk.
Saya tidak mencampuri urusan politik dan selalu mengajarkan tujuan utama kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah swt. Bukan berarti harus duduk berdzikir sehari penuh tanpa bekerja dll. tapi justru mewarnai semua gerak-gerik kita dengan kehidupan yang Nabawiy. Kalau dia ahli politik, maka ia ahli politik yang Nabawiy. Kalau konglomerat, maka dia konglomerat yang Nabawiy. Pejabat yang Nabawiy, pedagang yang Nabawiy, petani yang Nabawiy.
Betapa indahnya keadaan ummat apabila seluruh lapisan masyarakat adalah terwarnai dengan kenabawian, sehingga antara golongan miskin, golongan kaya, partai politik, pejabat pemerintahan terjalin persatuan dalam kenabawiyan. Inilah Dakwah Nabi Muhammad saw yang hakiki, masing-masing dengan kesibukannya, tapi hati mereka bergabung dengan satu kemuliaan. Inilah tujuan Nabi saw diutus, untuk membawa rahmat bagi sekalian alam.
….

Nabi Muhammad SAW dan Pengemis Buta

Nabi Muhammad SAW dan Pengemis Buta

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap
harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Wahai
saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu
pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka
kalian akan dipengaruhinya.”

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan
membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW
menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan
pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah
Rasulullah SAW yang dihinanya setiap hari. Rasulullah SAW melakukan hal
ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang
membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu
hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke
rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri
Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah
kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?”

Aisyah RA menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah
dan hampir tidak ada satu pun kebiasaan Rasulullah yang belum ayah
lakukan kecuali satu saja.” “Apakah Itu?,” tanya Abubakar RA. “Setiap
pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan
makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana,” kata
Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan
untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis
itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai
menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, ”Siapakah kamu?”
Abubakar RA menjawab, ”Aku orang yang biasa (mendatangi engkau).”
”Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” bantah si pengemis
buta itu.

”Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan
tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu
selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut,
setelah itu ia berikan padaku,” pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil
berkata kepada pengemis itu, ”Aku memang bukan orang yang biasa datang
padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu
telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.”

Mendengar penjelasan Abubakar RA, seketika itu juga pengemis itu
meledak tangisnya, sangat menyesal, dan dalam basahnya air mata ia
berkata, ”Benarkah itu? Selama ini aku selalu menghinanya,
memfitnahnya, tapi ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia
mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia,
begitu agung…. ”

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

KITAB TANQIHUL QOUL (SYARAH KITAB LUBABUL HADIST)



Bab yang ke 4 ini menerangkan fadlilah membaca sholawat kepada Nabi SAW.
Ketika suatu waktu ada setengah dari sahabat yang mengajukan pertanyaan kepada nabi :
Ya Rosululloh...Alloh SWT selalu memberi 10 sholawat(rahmat) kepada siapa saja yang membaca satu sholawat kepada engkau..duhai rosul, apakah yang diatas itu harus dengan hati yang hadir ?
jawab Rosululloh : tidak...siapa saja yang membaca sholawat kepadaku (nabi saw) meskipun dengan hati yang lalai, tetep Alloh SWT bakal memberi pahala yang sama dengan besarnya gunung dan para malaikat selalu mendoakan serta memohonkan ampunan kepada orang yang membaca sholawat tersebut, dan jika ada orang yang membaca sholawat dengan hati yang hadir maka balasannya hanyalah alloh yang mengerti ( karena teramat besarnya balasan pahalanya).

Rasulullah Saw juga bertawasul,berziarah dan Kirim doa kubur....


Dari Sahabat Anas bin Malik Ra meriwayatkan....Setelah selesai membuat liang lahad,maka Rasulullah Saw tidur miring di dalamnya dan berdo'a : "Allah lah Dzat yg menghidupkan dan mematikan,Dia yang Maha Hidup tidak akan Mati,Semoga engkau mengampuni Ibundaku Fatimah binti Asad<yg di maksud adalah Ibunya Ali bin Abi Thalib atau Bibi nya Rasulillah Saw>,tuntunlah hujjahnya/jawabanya,luaskan kuburnya,dengan Haq Nabi-Mu dan Nabi-Nabi sebelum ku,Sungguh engkau Dzat yang Maha pengasih dan Penyayang.kemudian beliau Takbir empat kali.Lalu beliau,Sayyidina Abbas bin Abd Mutholib dan Sayyidina Abi Bakar As-Siddiq yg kemudian memasukan Jenazah.<H.R.Thobroni>

Hadist tadi banyak di muat di kitab2 hadist,baik 'Kutub As-Sittah'atau yg lainya seperti Riyyad As-Sholihin,Al Adzkar karya Imam An Nawawi dst,dari hadist diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1.Rasulullah Saw 'mendo'akan' orang yg wafat yaitu Sayyidah Fathimah binti Asad atau bibi nya,Istri Abu Thalib dan Ibunya Imam Ali bin Abi Thalib Kw,yg berarti mendoakan orang yg sudah wafat atau kirim Doa Kubur atau Ziarah Kubur itu tidak hanya boleh bahkan Sunnah Nabi Saw.

2.Nabi Berdo'a dengan mengucapkan kalimah '..Dengan Haq Nabi-Mu..' berarti Nabi Saw ber'tawasul' dengan kemulia'anya sebagai seorang Nabi untuk berdoa kepada Allah Saw,kalau Nabi Saw aja bertawasul dengan kemulia'anya sebagai Nabi,sebab derajat kenabian murni dan mutlak hak Allah Swt,tidak bisa di dapatkan dengan ikhtiar apapun,maka Nabi Saw bertawasul dengan Hak dan Kemuliaan Kenabian yg di anugrahkan kepada beliau,maka kalau Nabi Saja bertawsul bagaimana dengan kita...

3.Nabi Saw di samping bertawasul dengan Derajat Kenabianya sendiri,beliau juga bertawasul dengan para Nabi sebelum beliau dengan ucapan do'anya: ''...dan Dengan Haq kemuliaan Nabi-Mu dan para Nabi sebelum ku..'',ucapan ..''dan para Nabi sebelum ku..'' mempunyai pengertian:

a.bahwa Nabi Saw juga bertawsul kepada orang lain yaitu para Nabi sebelum beliau

b.bahwa tawasul terhadap orang yg sudah meninggal/wafat tidak hanya boleh tapi sunah nabi saw,
dan bukankah para Nabi tersebut sudah Wafat,kalau menyebut nama orang2 mulia seoerti para Na
bi,Wali-wali,Ulama dan Sholihin walaupun sudah wafat tidak ada manfaat bahkan di annggap 'bid'ah
dan Syirik' bagaimana dengan redaksi doa Nabi Saw tersebut

c.kalau Nabi Saw sebagai Mahluk paling Mulia paling Dekat dengan Allah Saw yg bahkan di dalam ban
nyak hadist di jelaskan terciptan nya Dunia dan isinya ini bhkan sampai surga dan neraka adalah dari
Nur/Cahaya nya beliau,bahkan seluruh para Nabi sebelum beliau dan Umat-umatnya di'tuntut'oleh
Allah untuk mengakui/bersyahadat atas kenabian dan Kerasulan beliau,sementara beliau belum di
lahirkan,betapa kemuliaan beliau yg sedemikian rupa,namun dalam berdo'a belaiu sering kali meren
dahkan hati/bertawadhu dengan bertawsul kepada para Nabi sebelum beliau,terus bagaimana deng
an kita yang selalu berlumuran dosa, secara etika masih sanggupkah kita memohon dan berdoa
langsung kepada Allah tanpa 'bertawasul' dengan para kekasih Allah

4.bertawasul adalah bagian dari pengakuan tawadhu kita pada Allah,kita merasa banyak Dosa dan salah sehingga 'perlu'untuk meminta di'antar'oleh para 'Kekasih Allah'agar Doa dan permohonan kita 'layak 'untuk di dengar dan di kabulkan oleh Allah..

Demikianlah sekelumit yg dapat Al-Faqir jabarkan dari terjemah hadist diatas ,semoga kita dapat memahami dan mengamalkanya dan menambah kemantaban dan keyakinan kita dalam mengikuti ajaran para pendahulu dan guru-guru kita yaitu para Ulama salafu Sholihin,meski sekarang banyak sekali kecaman dan hujatan bak cendawan di musim hujan yg ditujukan kepada amalan-amalan atau ajaran-ajaran tersebut,dengan keyakinan meski kita belum tau dalil atau hujahnya suatu amalan tapi kalau sudah diamalkan turun temurun oleh para Ulama pasti ada dalil dan hujahnya yg bersumber dari Al-Qur'an atau Sunnah Nabi saw,semoga Allah Swt senantiasa memberikan Taufiq dan hidayahnya kepada kita dan segenap orang-orang yg kita cintai,serta semua Umat Nabi Muhammad saw,untuk senatiasa berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi nya,sesuai ajaran Ulama Salafu Sholih..

Fadhilah ( keutamaan ) Bulan Sya'ban

Sya’ban adalah istilah bahasa Arab yang berasal dari kata syi’ab yang artinya jalan di atas gunung. Islam kemudian memanfaatkan bulan Sya’ban sebagai waktu untuk menemukan banyak jalan, demi mencapai kebaikan.

Karena bulan Sya’ban terletak di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan, karena diapit oleh dua bulan mulia ini, maka Sya’ban seringkali dilupakan. Padahal semestinya tidaklah demikian. Dalam bulan Sya’ban terdapat berbagai keutamaan yang menyangkut peningkatan kualitas kehidupan umat Islam, baik sebagai individu maupun dalam lingkup kemasyarakatan.

Karena letaknya yang mendekati bulan Ramadhan, bulan Sya’ban memiliki berbagai hal yang dapat memperkuat keimanan. Umat Islam dapat mulai mempersiapkan diri menjemput datangnya bulan termulia dengan penuh suka cita dan pengharapan anugerah dari Allah SWT karena telah mulai merasakan suasana kemuliaan Ramadhan.

Rasulullah SAW bersabda,

ذاكَ شهر تغفل الناس فِيه عنه ، بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين، وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم — حديث صحيح رواه أبو داود النسائي
”Bulan Sya’ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pengakuan Aisyah, bahwa Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa (sunnah) lebih banyak daripada ketika bulan Sya’ban. Periwayatan ini kemudian mendasari kemuliaan bulan Sya’ban di antar bulan Rajab dan Ramadhan.

Karenanya, pada bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak berdzikir dan meminta ampunan serta pertolongan dari Allah SWT. Pada bulan ini, sungguh Allah banyak sekali menurunkan kebaikan-kebaikan berupa syafaat (pertolongan), maghfirah (ampunan), dan itqun min adzabin naar (pembebasan dari siksaan api neraka).

Dari sinilah umat Islam, berusaha memuliakan bulan Sya’ban dengan mengadakan shodaqoh dan menjalin silaturrahim. Umat Islam di Nusantara biasanya menyambut keistimewaan bulan Sya’ban dengan mempererat silaturrahim melalui pengiriman oleh-oleh yang berupa makanan kepada para kerabat, sanak famili dan kolega kerja mereka. Sehingga terciptalah tradisi saling mengirim parcel di antara umat Islam.

Karena, di kalangan umat Islam Nusantara, bulan Sya’ban dinamakan sebagai bulan Ruwah, maka tradisi saling kirim parcel makanan ini dinamakan sebagai Ruwahan. Tradisi ini menyimbolkan persaudaraan dan mempererat ikatan silaturrahim kepada sesama Muslim.

Nishfu Sya’ban

Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriyah. Keistimewaan bulan ini terletak pada pertengahannya yang biasanya disebut sebagai Nishfu Sya’ban. Secara harfiyah istilah Nisfu Sya’ban berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya’ban atau tanggal 15 Sya’ban.

Kaum Muslimin meyakini bahwa pada malam ini, dua malaikat pencatat amalan keseharian manusia, yakni Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT, dan pada malam itu pula buku catatan-catatan amal yang digunakan setiap tahun diganti dengan yang baru.

Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya’ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan). Menurut al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya’ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Karepa pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.

Para ulama menyatakan bahwa Nisfu Sya’ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang saleh.

Dengan demikian, kita sebagai umat Islam semestinya tidak melupakan begitu saja, bahwa bulan sya’ban dalah bulan yang mulia. Sesungguhnya bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadhan. Dari sini, umat Islam dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan mempertebal keimanan dan memanjatkan doa dengan penuh kekhusyukan.